Calon PMI Asal Blitar Korban Penipuan LPK Rp50 Juta. 👇
Blitar (beritajatim.com) – Kasus penipuan terhadap Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) masih kerap terjadi di Kabupaten Blitar. Seperti yang dialami Trioko Andrianto, warga Kelurahan Tangkil Kecamatan Wlingi itu, melaporkan kejadian penipuan yang dialaminya ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Blitar.
Trioko sapaan akrabnya, mengaku menjadi korban pemerasan oleh Lembaga Pelatihan Kerja (LPK). Pria asal Wlingi tersebut mengaku dimintai uang sebesar Rp50 juta oleh LPK itu namun dia batal berangkat ke luar negeri.
Peristiwa ini bermula pada Februari 2023 lalu, saat Trio menanyakan lowongan kerja di Jepang kepada seorang temannya warga Desa Siraman Kecamatan Kesamben yang terlebih dahulu bekerja di sana.
“Maret 2023, sang teman memberitahu ada lowongan tukang las di Jepang. Syaratnya CPMI harus bisa berbahasa Jepang dan memiliki kemampuan las yang baik. Saya mengaku memiliki tremor dan kurang baik dalam kemampuan las. Ternyata teman saya menjawab aman-aman saja,” ujar Trioko, Selasa (07/11/23).
Oleh temannya tersebut, Trioko disarankan untuk mengikuti pelatihan Bahasa Jepang sekaligus ketrampilan las di LPK berinisial I-G. Merasa percaya, Trioko langsung mendaftarkan diri ke LPK itu. Tidak berselang lama pria asal Wlingi Kabupaten Blitar itu pun ditagih biaya admin.
Trioko ikut pelatihan Bahasa Jepang sejak Maret sampai Juni itu telah membayar Rp2,4 juta. Kemudian ikut pelatihan las dan biaya pemberangkatan ke Jepang itu membayar Rp32 juta.
BACA JUGA:
Warga Sumberkembar Blitar Keluhkan Jalan Rusak
Usai melakukan pembayaran, Trioko dimintai beberapa dokumen oleh LPK tersebut untuk mengurus kontrak kerja. Di situ kejanggalan mulai dirasakan.
LPK tersebut dengan sengaja memalsukan sejumlah dokumen. Alasannya agar Trioko bisa berangkat bekerja ke Jepang.
“Dari tindakan itu saya langsung curiga. Karena sejak awal sistemnya bukan begitu dan tiba-tiba berubah. Bahkan beberapa dokumen saya dipalsukan identitasnya. Namun saya dipaksa untuk tetap maju dalam pemberangkatan kerja,” ungkapnya.
Trio yang merasa curiga, akhirnya mencari referensi terkait sistem bekerja di Jepang, dengan mencari informasi di dunia maya. Dari informasi yang didapat teman daringnya, bekerja di Jepang harus memiliki skill yang bagus.
Bahkan ada PMI yang sudah dilakukan Pemutusan Hak Kerja (PHK), karena memiliki kemampuan yang kurang baik. Temuan itu membuat nyali Trioko mulai ciut.
Dia sempat menanyakan terkait kabar PHK kepada temannya yang ada di Jepang. Namun justru terus dimotivasi yang berlebihan, sehingga membuat Trioko mengurungkan niatnya berangkat ke Jepang.
Akhirnya pada Agustus 2023, Trioko memberitahu pihak LPK jika dia batal berangkat ke Jepang. Namun tidak mendapatkan respon dari LPK.
Bahkan pihak LPK datang ke rumahnya bertemu orangtua Trioko dan mengatakan kontrak kerja sudah keluar. Sehingga jika batal berangkat, harus membayar denda Rp50 juta.
“Padahal kontrak kerja itu saya nggak pernah melihat apalagi tandatangan. Saya keberatan dan merasa diperas dengan caranya seperti ini. Namun pihak LPK datang lagi dengan meminta tolong kepada perangkat desa, untuk menyampaikan denda, Rp30 juta dan bukan Rp50 juta,” jelasnya.
BACA JUGA:
Ratusan Korban PHK Pabrik Rokok di Blitar Gelar Aksi Duduk Depan Perusahaan Selama 1 Bulan
Sebenarnya Trioko dan pihak LPK sempat ada niatan untuk mediasi namun ternyata tidak terwujud. Karena menemui jalan buntu, Trioko kemudian menghubungi Migrant Care untuk mendampingi pengaduan masalah ini ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Pemkab Blitar.
“Saya hari ini (red, kemarin) sempat lewat LPK, namun sepi dan bannernya dicopot,” tutur Trioko.
Koordinator Bantuan Hukum Migrant Care Nurharsono mengatakan, ada indikasi pemerasan sekaligus penipuan yang dilakukan LPK yang diduga ilegal tersebut. Dia juga telah mengecek di dinas pendidikan yang mengeluarkan izin, ternyata tidak ada nama lembaga itu. Bahkan juga ke di Disnaker, nama lembaga itu juga tidak ada izinnya.
“Menurut Disnaker, jangankan memberangkatkan PMI. LPK yang diduga illegal ini memberikan pelatihan atau pendidikan keahlian juga tidak boleh. Ini termasuk kategori penempatan PMI non prosedural,” kata Nur
Nur menambahkan, selain penempatan PMI ilegal yang melanggar undang-undang nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. LPK ilegal tersebut juga melakukan pelanggaran pidana penipuan. Berkoordinasi dengan Disnaker, migrant care akan melakukan penelusuran dan mediasi korban agar haknya terlindungi.
“Namun kalau upaya ini tidak bisa mengembalikan uang korban, ya kami akan menempuh jalur hukum. Karena ini sudah masuk pasal penipuan. Bahkan dimungkinkan korbannya tidak hanya satu,” pungkasnya. [owi/beq]
—
Ikuti kami di 👉https://bit.ly/392voLE
#beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp