Skip to content

Dulu Didukung, Sekarang Diprotes Sulitnya Menertibkan Tebu Liar di Blitar Fisherman’s Friend

  • by

Dulu Didukung, Sekarang Diprotes Sulitnya Menertibkan Tebu Liar di Blitar. 👇

Blitar (beritajatim.com) – Proses penertiban tebu liar yang masuk di kawasan hutan Perum Perhutani Blitar nampaknya alot.

Meski dulu sempat mendapatkan dukungan, namun upaya mengembalikan ekosistem hutan itu, kini justru mendapatkan penolakan dari para petani yang tergabung dalam Serikat Petani Jawa Selatan Menggugat (SPJSM).

Padahal penertiban tebu liar yang dilakukan oleh Perum Perhutani Blitar ini, merupakan upaya untuk menyelamatkan uang negara dan ekosistem hutan. Diketahui Hutan seluas 11.610 hektar di wilayah Blitar kini telah beralih fungsi menjadi lahan tebu liar.

Akibat alih fungsi lahan tersebut negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp. 38 Miliar rupiah. Dari situlah Perum Perhutani Blitar berupaya untuk mengajak para penggarap lahan kehutanan untuk melakukan perjanjian kerjasama (PKS).

Sistem perjanjian kerjasama ini sebetulnya juga ringan dan memberikan peluang kepada petani untuk tetap bisa menanam tebu di kawasan hutan produktif. Sistem bagi hasil di perjanjian kerjasama ini yakni 10 persen untuk Negara, sementara 90 persen dari penjualan hasil panen tebu akan dimiliki oleh petani.

“Tadi mas Trijanto memimpin orasi satu bulan atau dua bulan yang lalu ada jejak digital bagaimana mas Tri mensuport upaya penertiban ini,” kata ADM Perhutani KPH Blitar, Muklisin, Selasa (31/10/23).

Baca Juga: Bupati Blitar dan Perhutani Bersihkan Tumpukan Sampah di Gunung Betet

Upaya yang penertiban tanaman tebu liar di kawasan hutan ini diklaim Perum Perhutani Blitar sudah sesuai dengan aturan. Hal itu didasarkan pada permintaan pimpinan DPRD kabupaten Blitar, yang sempat melakukan audiensi dengan kepala Perhutani Jatim.

“Ini (penertiban) untuk upaya hutan mengembalikan fungsi hutan sebagai ekologi. Jangan sampai hutan hanya untuk tebu saja,” sambungnya.

Terkait protes yang dilayangkan oleh para petani yang tergabung dalam Serikat Petani Jawa Selatan Menggugat (SPJSM), Perum Perhutani Blitar menyebut bahwa kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDK) yang belum berizin masih menjadi tanggung jawabnya. Menurutnya KHDK sudah sudah tertuang dalam aturan yang berlaku.

“Pada titik – titik KHDPK, sebelum ada ijin itu masih menjadi tanggung jawab Perhutani. Karena apa, saat ada kebakaran, banjir, illegal logging, Perhutani lah yang dicari lebih dulu,” terangnya.

Upaya penertiban tebu liar di kawasan hutan ini sebenarnya sudah berjalan. Perum Perhutani pun telah melakukan kerjasama dengan sejumlah LMDH/KTH. Adapun LMDH yang telah melakukan kerjasama tersebut diantaranya adalah KTH se Kecamatan Sutojayan, Wonotirto dan Panggungrejo di Objek Wisata Pinggir Kali (Pingka), Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar.

Namun, nampaknya tidak semua petani mau diajak untuk melakukan perjanjian kerja sama. Hal itu terbukti dengan adanya ribuan warga yang melakukan unjuk rasa untuk menanyakan kejelasan tentang kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDK).

Yang membuat unik adalah, koordinator aksi demonstrasi ini adalah sosok yang dulu ikut mendukung adanya penertiban lahan tebu liar di kawasan hutan lindung dan produktif. Dalam orasinya, Korlap aksi menuntut kejelasan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDK).

Massa dan Korlap aksi juga menuntut mafia hutan serta tanah yang ada di Blitar utamanya wilayah selatan untuk bisa diadili. Tuntutan itu dilontarkan petani lantaran adanya dugaan pelanggaran terhadap kawasan hutan dengan pengelolaan khusus.

“Kami ingin menyampaikan di Blitar ini terjadi dugaan pembangkangan terhadap pemerintah pusat. Pada April 2022 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menetapkan area KHDPK, yang dikeluarkan dari area kerja Perhutani, itu jelas,” kata Korlap aksi, Trianto usai melakukan aksi di Perhutani, Selasa (31/10/23).

Trianto pun mengklaim pihaknya memiliki bukti yakni adanya tambak tambak udang liar di kawasan hutan. Padahal itu menyalahi aturan, dan terkesan dibiarkan. Namun, saat masyarakat melakukan alih fungsi tanaman tebu justru dipanggil oleh Perhutani dan

Kejaksaan. Untuk itu pihaknya menuntut kejalasan KHDPK.

“Maka kami berharap agar semua pihak taat dan tunduk pada hukum yang berlaku. Kalau Perhutani masih ngotot masuk area ini (KHDPK), maka akan ada aksi yang lebih besar,” terangnya.

Selain menuntut kejelasan 38 ribu hektare KHDK, pihak SPJSM juga menyuarakan tuntutan lain kepada Perhutani Blitar. Diantaranya, menuntut pelaksana program perhutanan sosial dan reforma agraria tanda KKN. Menuntut mafia hutan dan tanah bisa serta oknum Perhutani nakal, dapat ditangkap dan diadili. Membongkar tambak udang ilegal di kawasan hutan lindung KPH Perhutani.

Kini masyarakat awam pun masih bertanya apa yang sebenarnya terjadi dalam proses penertiban lahan tebu liar di kawasan hutan ini. Bagi warga awan tentu harapannya cuma sederhana, yakni kawasan hutan bisa kembali seperti dulu, agar ketersediaan air di wilayah selatan tetap terpenuhi, serta bencana banjir dan tanah longsor bisa terhindarkan. (owi/ted)


Ikuti kami di 👉https://bit.ly/392voLE
#beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp