LaNyalla Ingatkan Holding Perkebunan Langgar 2 Regulasi. 👇
Jakarta (beritajatim.com) – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Machmud Mattalitti, memberikan peringatan keras kepada Kementerian BUMN terkait rencana merger beberapa anak perusahaan di bawah PT Perkebunan Nusantara (Holding Perkebunan) menjadi tiga entitas bisnis utama. LaNyalla menegaskan bahwa tindakan tersebut memiliki potensi besar untuk melanggar peraturan hukum yang berlaku.
Tindakan ini dipastikan akan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2021 dan juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Saya ingin mengingatkan agar rencana ini tidak dijalankan dengan tergesa-gesa, karena melanggar aturan dapat berakibat pada sanksi yang serius, bahkan mencakup pencabutan izin usaha,” ujar LaNyalla.
Seperti yang telah diungkapkan, Kementerian BUMN melalui Holding Perkebunan berencana melakukan aksi korporasi berupa proses merger beberapa BUMN yang bergerak di bidang perkebunan. Rencana korporasi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu pembentukan Sub Holding Pabrik Gula dengan nama PT Sinergi Gula Nusantara (PT SGN) yang telah berjalan selama dua tahun, Sub Holding Kelapa Sawit (Palm Co), dan Sub Holding Aneka Tanaman & Pengelolaan Aset (Supporting Co).
Namun, pembentukan Palm Co dan Supporting Co yang mengelola lahan pertanian (kebun HGU) akan melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 26/2021 tentang Penyelenggaraan Usaha Bidang Pertanian, khususnya pada Pasal 2 dan 3 yang mengatur tentang batasan luas maksimum penggunaan lahan untuk usaha perkebunan.
BACA JUGA:
LaNyalla: Pemuda Pancasila Garda Terdepan Jaga Pancasila
Palm Co yang akan menggabungkan PTPN pengelola kebun kelapa sawit, yaitu PTPN III, IV, V, VI, dan XIII, akan memiliki lahan seluas 562.440 hektar setelah merger, berdasarkan data dalam Annual Report Perusahaan PTPN Holding tahun 2022.
Sementara itu, menurut PP 26/2021 Pasal 3 Ayat (1) huruf a, batasan luas perkebunan kelapa sawit maksimal adalah 100 hektar. Palm Co jelas melebihi batas tersebut sebanyak lima kali lipat.
Dalam hal yang sama, Supporting Co, yang merupakan hasil penggabungan PTPN I, II, VII, VIII, IX, X, XI, XII, dan XIV yang mengelola beragam komoditas seperti tebu, kopi, teh, karet, kakao, dan tembakau, akan memiliki lahan seluruhnya sebesar 339.574 hektar setelah merger. Batasan maksimum yang diatur adalah 193.000 hektar.
“Misalnya, dalam hal komoditas karet, perusahaan perkebunan hanya diperbolehkan memiliki lahan seluas maksimal 23 ribu hektar, tetapi dengan merger, Supporting Co akan memiliki lahan seluas 127.856 hektar. Ini jelas melanggar aturan,” terang LaNyalla.
Dengan memiliki lahan yang melebihi batas maksimal yang diatur dalam PP 26/2021, LaNyalla menegaskan bahwa usaha perkebunan milik BUMN akan rentan terhadap praktik kartelisasi. Selain itu, hal ini juga dapat merugikan persaingan usaha yang sehat karena usaha perkebunan hanya akan dikuasai oleh satu pihak.
BACA JUGA:
LaNyalla: 10 November Menandai Gerakan Pancasila Memanggil
“Sangat penting untuk tidak melanggar aturan dan perundangan yang berlaku. Pemerintah melalui BUMN harus menjadi contoh yang baik, sebagai bagian dari good governance dan clean government. Sebaliknya, sebaiknya perbaiki kinerja PTPN yang belum optimal,” saran LaNyalla.
Selain itu, LaNyalla juga mengungkapkan keprihatinannya terkait kinerja Sub Holding Pabrik Gula PT Sinergi Gula Nusantara (PT SGN) yang telah berjalan selama dua tahun. Ia menyoroti kasus dimana jadwal giling pabrik beberapa kali selesai pada bulan Oktober, sedangkan sebelumnya biasanya baru selesai di bulan November. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan belum mengalami perbaikan yang signifikan. [beq]
—
Ikuti kami di 👉https://bit.ly/392voLE
#beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp