Strategi Penanganan Stunting di Semarang. 👇
Stunting masih menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya Kota Semarang. Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Stunting juga menjadi salah satu sebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusuinya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir (Kemenkes RI, 2018).
Ribuan anak-anak terancam, tidak hanya pertumbuhan fisiknya, tapi juga perkembangan otak yang akan memengaruhi kemampuan dan prestasinya. Anak stunting memiliki riwayat kesehatan yang buruk, daya tahan yang buruk. Kualitas sumber daya manusia masa depan kita pun ikut terancam, perlu diwaspadai bahwa stunting menurun pada generasi berikutnya bila tidak ditangani dengan benar.
Kekurangan asupan gizi pada anak terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan , sejak janin dalam kandungan sampai anak usia 2 tahun, tidak hanya disebabkan oleh kondisi ekonomi yang mengakibatkan kurangnya akses keluarga terhadap makanan bergizi. Namun faktor lain penyebab stunting dapat terjadi apabila praktek pengasuhan yang kurang baik, masih terbatasnya layanan kesehatan, kurangnya akses pada air bersih dan sanitasi.
Tiga Faktor Penyebab Anak Stunting:
1. Praktek pengasuhan yang tidak baik, (a) Kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, (b) 60 % dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI ekslusif, (c) anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makana Pengganti ASI.
2. Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan anc (ante natal care), post natal dan pembelajaran dini yang berkualitas: (a) ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai, (b) Menurunnya tingkat kehadiran anak di Posyandu (dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013) berdasarkan data risnakes, (c) Tidak mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi.
3. Kurangnya akses ke makanan bergizi: (a) ibu hamil anemia, (b) makanan bergizi mahal.
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi : (a) rumah tangga masih BAB diruang terbuka, (b) rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.
Penanganan stunting ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja akan tetapi dibutuhkan kerjasama dan kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga sosial kemasyarakatan, keagamaan, serta masyarakat secara keseluruhan, agar menciptakan masa depan anak yang sehat dan produktif.
Angka kasus stunting pada Kota Semarang cenderung stagnan atau penurunan dengan angka yang masih kecil. Data Dinas Kesehatan Kota Semarang pada bulan Juli 2023, angka stunting tercatat sebanyak 1.197 kasus, angka tersebut turun menjadi 1.022 kasus pada bulan Agustus 2023.
Jumlah kasus stunting di Kota Semarang 1.022 tersebar di 16 kecamatan. Kecamatan Semarang Tengah 63 balita, Semarang Utara 163 balita, Semarang Selatan 62 balita, Semarang Timur 63, Semarang Barat 108 balita, Gajah Mungkur 32 balita, Mijan 60, Ngaliyan 87 balita, Tugu 20, Banyumanik 72 balita, Pedurungan 80 balita, Gunungpati 47 balita, Gayamsari 27 balita, Candisari 25 balita, Tembalang 65 balita, Genuk 47 balita.
Staff ahli bidang Ekonomi, Keuangana dan Pembangunan, Yudi Wibowo, mewakili Walikota Semarang pada kegiatan kick off gerakan peduli stunting yang diadakan Lazismu Kota Semarang pada Selasa (19/09/2023) menyampaikan bahwa kasus stunting merebak akibat kurangnya asupan gizi terhadap balita maupun ibu hamil. Karenanya pemerintah kota berusaha semaksimal mungkin menurunkan angka stunting dengan target zero stunting, dengan kata lain tidak ada lagi bayi lahir kurang dari berat normalnya.
Solusi sementara ini untuk kasus stunting adalah PMT, pemberian makanan tambahan. Dinas Kesehatan Kota Semarang telah melaksanakan pola ini sejak awal. Namun efek penurunan stunting masih kurang sesuai harapan. Oleh karenanya dinas merubah pola penyelesaian stunting dengan membentuk titik-titik pelayanan intensif stunting, dengan istilah daycare. Keberadaan daycare tersebut khusus difungsikan untuk anak stunting dan untuk penitipan anak-anak yang ditinggal orang tuanya.
Dari sumber Dinas Kesehatan Kota Semarang, kasus stunting akibat pola asuh, karena banyak ibunya yang bekerja, sehingga pola makan atau asupan gizi keanak berkurang. Dengan layanan penitipan anak selama orang tuanya bekerja, mulai jam 7 pagi hingga jam 5 sore diharapkan ada penanganan insentif.
Dalam konsep daycare, di rumah penitipan anak tersebut tersedia pelayanan 2 kali makan, snack dan susu sebagai tindakan PMT. Dilengkapi dengan ruang tidur dan ruang bermain anak. Perkembangan anak asuh selalu diperhatikan dan dicatat untuk monitoring harian oleh ahli gizi, dokter, perawat, bahkan dokter jiwa dilibatkan dalam penanganan stunting di titik daycare dengan kapasitas 10 anak setiap harinya. Dengan pola ini dipercaya hasilnya lebih efektif dan mempercepat penurunan stunting. [but]
*) Amalia Nurhaliza adalah Mahasiswa FKM Universitas Diponegoro
—
Ikuti kami di 👉https://bit.ly/392voLE
#beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp