Tantangan Pendidikan, Membangun Kesadaran. 👇
Banggai (beritajatim.com) – Tidak mudah menuju Komunitas Adat Terpencil (KAT) Loinang berada di Dusun Tombiobong, Desa Maleo Jaya, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Dusun Tombiobong berjarak sekitar 30 km ke arah utara dari Ibukota Kecamatan Batui Selatan dan 3 km ke arah pegunungan dari Desa Maleo Jaya. Dari Kota Luwuk Banggai, butuh waktu sekitar tiga jam ke Dusun Tombiobong.
Suku pedalaman Loinang awalnya hidup nomaden/berpindah-pindah di dalam hutan dengan mata pencaharian berburu, mencari hasil hutan dan berladang. Pada tahun 1990-an, suku Loinang mulai merambah hutan di sekitar desa Maleo Jaya.
Namun seiring berjalannya waktu, perubahan-perubahan mulai nampak pada Suku Adat Loinang dimana semakin seringnya interaksi dengan warga desa maupun diluar desa, dan adanya upaya Pemerintah melalui Dinas Sosial melokalisasi Komunitas Adat Loinang di sebuah Dusun yang bernama Tombiobong yang telah dibangun rumah-rumah sederhana untuk ditempati sehingga relative lebih mudah dijangkau oleh pemerintah.
Wilayah Dusun Tombiobong berada di seberang sungai Sinorang dengan luas wilayah sekitar 36.000 meter persegi. Akses menuju Dusun Tombiobong dapat ditempuh menggunakan dengan kendaraan berpenggerak empat roda yang mampu melewati jalan curam dan bebatuan terjal.
Kendaraan pun harus menyebrangi tiga aliran sungai. Terdapat jembatan kecil yang hanya bisa dilalui pejalan kaki atau sepeda motor tanpa berboncengan. Kondisi ini menyebabkan pemukiman ini mengalami perlambatan dalam pergerakan infrastruktur, perekonomian, pendidikan, akses kesehatan serta pemenuhan kebutuhan dasar lainnya.
BACA JUGA: Peserta Gerak Jalan Mojosuro Tahun 2023 Diklaim Terbanyak
Namun di tengah kondisi serba terbatas tersebut, ada orang-orang yang tetap mau berjuang demi keberlangsungan dunia pendidikan dan membangun harapan yang lebih baik bagi anak-anak disana. Mereka berasal dari Relawan Aisyah, yang pertama kali masuk Tombiobong, tergabung dalam tim gugus tugas penanggulangan stunting pada tahun 2017. Organisasi perempuan Persyarikatan Muhammadiyah itu memilih Dusun Tombiobong karena saat itu amat terisolasi.
Adalah Triyani, salah satu relawan yang menjadi guru, yang masih berusia amat muda, yakni 23 tahun. Dia bahkan sudah menjadi relawan pengajar saat masih menjadi mahasiswi di Universitas Muhammadyah Palu pada 2019 silam. Saat itu, Aisyiyah mulai mendirikan TK dengan memanfaatkan bangunan rumah singgah yang tak terpakai.
Triyani menceritakan, awal mendirikan TK, usia siswa beragam, ada yang 9 tahun, bahkan 10 tahun. Dalam satu bulan pernah hanya sekali pertemuan, karena siswa harus membantu orang tuanya ke hutan mencari rotan.
Namun, menurut Triyani, anak-anak amat antusias mengikuti pendidikan. Bahkan, ada siswa yang rela keluar hutan dulu untuk mengikuti sekolah, kemudian kembali ke hutan dengan menempuh perjalanan tiga jam berjalan kaki. Memasuki tahun 2021, masyarakat mulai bertani dan proses belajar mulai rutin setiap hari.
Tetapi bukan berarti pelaksanaan pendidikan tanpa tantangan. Triyani mengatakan, dirinya bersama guru lain, Rahmawati Saleh harus berkeliling ke rumah-rumah untuk menjemput anak sekolah. Tidak jarang mendapat penolakan dari orang tua yang memiliki anak usia sekolah. “Kami ketuk pintu ke rumah-rumah, tetapi pintu justru ditutup,” kata Triyani ditemui di lokasi sekolah.
BACA JUGA: Ini Daftar Calon Tetap Anggota DPRD Sampang Pileg 2024
Triyani mengatakan penolakan itu karena para orang tua belum memahami pentingnya pendidikan bagi anak. “Buat apa sekolah,” kata Triyani menirukan para orang tua saat itu.
Namun dengan berjalannya waktu, orang tua mulai membuka diri dan sadar untuk menyekolahkan anaknya. Apalagi, berkat kerja sama banyak pihak, seperti JOB Tomori (Joint Operation Body Pertamina – Medco E&P Tomori Sulawesi), Aisyah, donatur, dan pemerintah daerah, menurut Triyani, proses pendidikan bisa berlangsung lebih baik. Ada gedung sekolah yang lebih baik, buku ajar, dan lainnya. “Semua gratis, tas, seragam, buku, hingga makanan tambahan,” ujarnya.
Saat ini, Triyani bersama guru lainnya, Sumira Yepeikaene, Rahmawati Saleh, Siti Aminah, Trisqiawan Rosadi, Syafii Mulyowijoyo, dan Diah Ayu Praharani yang saat ini masih menempuh pendidikan di Universitas Muhammadyah Yogyakarta terus menata asa bagi anak-anak di dusun Tombiobong untuk meraih pendidikan.
Meski baru sampai pendidikan dasar. Karena untuk menempuh pendidikan SMP harus keluar Dusun yang jaraknya jauh dari tempat tinggal masyarakat. “Saat ini, yang menempuh SD ada 18 siswa, dan TK 8 siswa,” katanya.
GM Zona 13 Regional Indonesia Timur, Subholding Upstream Pertamina Benny Sidik mengatakan, program inovasi sosial yang dilakukan merupakan bentuk komitmen perusahaan untuk memberikan nilai lebih kepada pemangku kepentingan, termasuk masyarakat.
BACA JUGA: Gubernur Khofifah Berangkatkan Peserta Gerak Jalan Mojosuro
“Perusahaan akan selalu berupaya untuk menjaga kinerja keberlanjutan melalui program Environmental, Social & Governance (ESG) dan juga mendukung upaya pemerintah termasuk dalam mencapai target agenda internasional Sustainable Development Goals,” katanya.
Hal senada disampaikan Business Support Senior Manager JOB Tomori Agus Sudaryanto menambahkan, pihaknya ingin memberikan dampak berupa keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat rentan. Melalui berbagai program pihaknya mendapatkan banyak pelajaran menghadapi dinamika yang terjadi di masyarakat.
“Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi kami untuk melakukan berbaikan berkelanjutan,” katanya. [hen/suf]
—
Ikuti kami di 👉https://bit.ly/392voLE
#beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp