Terjepit Kemarau dan Mahalnya Pupuk, Panen Padi Petani Jember Susut Drastis. 👇
Jember (beritajatim.com) – Inilah kondisi petani di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Terjepit kemarau dan mahalnya harga pupuk, panen padi saat ini susut dratis. Petani menuntut subsidi pupuk dikembalikan sesuai kebutuhan pada musim tanam di musim hujan.
Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia Kecamatan Bangsalsari, Wasil Abrori, mengatakan seorang petani di daerahnya sempat hanya memanen 5,9 ton dari enam hektare sawah bulan lalu. Ini artinya satu hektare sawah memproduksi padi tak sampai satu ton.
Padahal, menurut Wasil, dalam kondisi normal, satu hektare sawah bisa menghasilkan 6-7 ton padi. “Banyak faktornya. Ada faktor kekurangan air, kekurangan pupuk, dan hama,,” kata pria yang juga Ketua Kelompok Tani Makmur ini, ditulis Rabu (1/11/2023).
Satu hektare padi membutuhkan tujuh kuintal pupuk berimbang. Dicabutnya sebagian subsidi membuat petani hanya bisa menaburkan paling banyak 2,5 kuintal pupuk.
Turunnya jumlah panen ini membuat pendapatan petani tak sebanding dengan ongkos tanam. Wasil mengatakan, biaya operasional satu hektare padi bisa mencapai Rp 7-8 juta. “Itu di luar sewa lahan. Kalau di sini, sewa lahan per tahunnya Rp 20 juta sampai Rp 22 juta hektare. Lihat sawahnya. Kalau bagus bisa Rp 22 juta per hektare,” katanya. Jika dirata-rata, seorang petani harus mengeluarkan biaya sedikitnya Rp 15 juta per hektare per musim.
Abrori mengatakan, harga gabah kering sawah saat ini sebenarnya cukup bagus yakni Rp 7 ribu per kilogram. Harga beras antara Rp 12.500 – 13.000 per kilogram. “Namun karena jumlah produksi turun ya sama saja,” katanya.
Wasil meminta pemerintah mencukupi kebutuhan pupuk bersubsidi bagi petani. “Kami berharap petani disejahterakan. Pemerintah juga harus mengerti bagaimana kebutuhan petani. Kalau penunjang pupuknya ada, ya tidak bisa produksi banyak,” katanya.
“Pemerintah kan imgin meningkatkan produksi hasil pertanian. Pupuk urea non subsidi paling murah Rp 580 ribu per kulintal. Kalau subsidi, Rp 225 ribu per kuintal. Tapi kan terbatas,” katanya. Petani membutuhkan 7 kuintal pupuk berimbang, namun pupuk subsidi berimbang hanya tercukupi 2 kuintal berupa Phonska dan urea,” kata Wasil.
Ketua Asosiasi Petani Pangan Indonesia Jawa Timur Jumantoro mengatakan, petani diminta meningkatkan produksi pangan, namun sarana produksi pertanian dibatasi pemerintah. “Kami melihat dinamika di masyarakat petani sekarang hidup tak mau, mati segan. Walau harga gabah Rp 7 ribu per kilogram, tapi petani banyak yang gagal panen,” katanya.
“Jangan sampai mengatakan dengan harga jual gabah Rp 7 ribu per kilogram, petanu kaya raya. Coba kita lihat ke bawah seperti apa. Mereka kembali modal saja sudah untung, karena produktivitasnya tidak seperti pada saat musim tanam satu dan musim tanam kedua,” kata Jumantoro.
Dalam kondisi terjepit kemarin, menurut Jumantoro, petani mencari air untuk mengatasi kekeringan. Ia memperkirakan musim tanam ketiga tahun ini sulit terjadi panen raya. “Hanya di daerah tertentu saja yang airnya cukup, seperti Sumberjambe, Silo, daerah selatan, Ambulu, Sukorambi. Tapi saya rasa hasilnya tidak maksimal 7-8 ton per hektare dengan cuaca seperti saat ini,” katanya.
Jumantoro berharap pemerintah tak membiarkan produksi padi turun. “Kami tidak mengharamkan impor. Tapi dihitung betul berapa kebutuhan riil beras kita, sehingga pada saat panen raya musim mendatang harga anjlok karena masih ada beras impor di pasar,” katanya. [wir]
—
Ikuti kami di 👉https://bit.ly/392voLE
#beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp