Warga Tolak Sistem Lalu Lintas Satu Arah 24 Jam di Kawasan Kampus Jember. 👇
Jember (beritajatim.com) – Warga sejumlah rukun tetangga dan rukun warga di lingkungan Kelurahan Tegalboto, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur, menolak pemberlakuan sistem lalu lintas satu arah (SSA) 24 jam.
Penolakan ini dilontarkan perwakilan warga dalam rapat dengar pendapat dengan Dinas Perhubungan dan Komisi C DPRD Jember, di gedung parlemen, Rabu (1/11/2023). Tak ada titik temu dalam pertemuan itu yang dipimpin Ketua Komisi C Budi Wicaksono itu. Warga tak mau tahu soal penjelasan hasil evaluasi dan kajian dari Kepala Dishub Jember Agus Wijaya.
Mereka hanya ingin arus lalu lintas di Jalan Jawa, Jalan Kalimantan, Jalan Riau, dan Jalan Mastrip kembali diberlakukan dua arah. Bahkan selesai dari pertemuan, beberapa warga berteriak-teriak di jalan memberitahu pemakai jalan agar berkendara dua arah. Mereka semaunya membuka blokade alur satu arah ke Jalan Kalimantan.
Warga merasa sistem lalu lintas satu arah yang diberlakukan sejak 2 Oktober 2023 di kawasan kampus Tegalboto merugikan. Dari sejumlah pendapat warga dalam pertemuan tersebut diketahui bahwa sistem satu arah memunculkan kerawanan kecelakaan, karena pengguna jalan memacu kendaraannya dalam kecepatan tinggi.
Warga juga mengeluhkan jalan-jalan gang tempat tinggal mereka jadi jalur alternatif pengemudi yang menghindari sistem satu arah. Mereka menganggap sistem satu arah merugikan secara ekonomi, karena menyebabkan bahan bakar minyak yang dikonsumsi lebih banyak.
Jayeng Suryo Wibowo, salah satu warga, menyebut SSA bisa menyebabkan biaya kuliah semakin mahal, karena biaya bahan bakar minyak yang digunakan mahasiswa untuk pergi dan pulang kuliah bertambah.
“Apakah SSA 24 jam satu-satunya cara yang harus dilakukan? Apakah Dishub Jember membuat kajian jam-jam sibuk di Jalan Jawa, Kalimantan, Mastrip, Riau? Tempat mana yang sibuk di Jalan Jawa. Saya melihat bupati dari masa ke masa gagap, karena tidak mengantisipasi pertambahan jumlah mahasiswa setiap tahun,” katanya.
Menurut Jayeng, SSA hanya akan menjadi bola salju. “Lima sampai sepuluh tahun lagi tetap terjadi ledakan, Karena volume kendaraan memang terus bertambah, tapi ruas jalan tidak bertambah,” katanya.
Agus Wijaya menjelaskan latar belakang pemberlakuan SSA. Medio 2022, Dinas Perhubungan dipanggil Komisi B dan Komisi C karena seringnya terjadi kemacetan lalu lintas di kawasan kampus. “Saya dua kali ditegur Dewan. Dishub kok diam saja. Saya memang belum bergerak karena belum ada perintah dari bupati,” katanya.
Pertengahan Agustus 2023, Agus mendapat perintah untuk menangani kemacetan jalan di kawasan kampus. “Saya bersama tim melaksanakan kajian. Kami mengadakan survei ke daerah kampus. Kampus ini dikelilingi jalan lingkar, kami kaji dalam waktu satu bulan pada Agustus-September,” katanya.
Kajian tersebut menyangkut visi rasio jalan, yakni perbandingan kapasitas jalan dengan volume lalu lintas di Jalan Jawa, Jalan Kalimantan, Jalan Mastrip, dan Jalan Riau. “Lebih banyak kendaraan yang lewat daripada kapasitas lebar jalan saat ini,” kata Agus.
Pelebaran jalan dinilai bukan opsi tepat. “Tidak mungkin melebarkan daerah kampus, karena biaya tidak murah,” kata Agus. Selain itu pertumbuhan kendaraan roda dua dan roda empat setiap bulan adalah 3-4 persen. Sementara panjang dan lebar jalan masih tetap.
“Latar belakang inilah yang menjadi pertimbangan Dinas Perhubungan untuk mencari solusi menangani kemacetan yang dirasakan masyarakat dan Pemkab Jember,” kata Agus.
Kebijakan yang diambil adalah sistem satu arah. Uji coba dilakukan mulai 2 Oktober 2023 di Jalan Jawa saja. “Hari pertama terjadi penumpukan kendaraan akibat pemberlakuan satu arah di Jalan Jawa. Saya dimarahi kepolisian karena kemacetan pengalihan arus,” kata Agus.
Evaluasi dilaksanakan pada 4 Oktober 2023 dengan mengundang akademisi. “Kesimpulannya, (SSA) harus diberlakukan semua di empat ruas jalan. Sehingga pada 10 Oktober, kami memberlakukan SSA di empat ruas Jalan, yakni Jalan Jawa, Jalan Kalimantan, Jalan Mastrip, dan Jalan Riau dalam dua sesi, yakni pukul 06.00 – 08.00 dan 16.00 – 18.00,” kata Agus.
Rabu, 18 Oktober 2023, evaluasi kembali dilakukan. “Sistem satu arah dalam dua kali pemberlakuan itu lancar dengan tingkat kinerja jalan B. Ada pada waktu tertentu C, dibandingkan sebelum SSA dua jam yang ada D dan E,” kata Agus.
Berdasarkan tingkat pelayanan jalan HCM (Highway Capacity Manual), level A berarti kendaraan bebas menentukan kecepatannya; Level B sedikit hambatan; Level C kondisi stabil, bebas manuver terbatas; Level D arus tidak stabil, terkadang harus memperlambat; Level E sangat tidak stabil, terkadang macet; dan Level F macet.
Dari evaluasi itu, Dishub memberlakukan SSA 24 jam untuk melihat level kinerja jalan di luar jam 06.00 – 08.00 dan 16.00 – 18.00. “Maka itu kami berlakukan 24 jam. Kami laporkan ke pimpinan dan dijawab Pak Bupati: lanjutkan. Kepala Bagian Hukum membuat ketetapan dilaksanakan 24 jam,” kata Agus. Maka SSA 24 jam diberlakukan pada 28 Oktober 2023.
Pemberlakuan SSA 24 jam ini bertujuan mendukung program Bupati Hendy yang menjadikan kawasan kampus sebagai kawasan wisata edukasi. “Kawasan prioritas yang nantinya ditata menjadin kawasan eco green, ramah lingkungan. Bupati punya program pembenahan infrastruktur mulai dari pembenahan pedestrian, lorong, parkir, dan PKL,” kata Agus.
Agus menyampaikan kepada bupati, bahwa berdasarkan hasil survei, kemacetan di kawasan kampus disebabkan beberapa hal, di antaranya pedagang kaki lima dan parkir jalan. Mereka disebut hambatan samping. “Ini bukan faktor dominan. Pak Bupati menyampaikan silakan dilanjutkan pembenahan arus lalu lintas,” katanya.
“Saya sudah menyampaikan bahwa PKL bukan faktor dominan kemacetan, karena banyak faktor yang mempengaruhi kemacetan. Bukan saya membela PKL. Tapi banyak sekali. Kalau saya bekerja hanya mempermasalahkan satu topik, lalu lintas tidak bisa berjalan. Program bupati tidak bisa berjalan. Bupati menghendaki Dishub untuk memulai. Kawasan kampus jadi perhatian pemerintah kabupaten,” kata Agus.
Jayeng bersikukuh, PKL adalah salah satu faktor kemacetan juga. “Posisi PKL ada di mana. Gerobak PKL di Jalan Jawa dua meter di aspal dari trotoar. Posisi PKL kanan-kiri. Ketika jalan diambil PKL kanan dan kiri, mau berapa ruas jalan itu? PKL terus berkembang. Mereka perlu ditata. Jalan Jawa bisa jadi kawasan wisata kuliner jika pemda bisa menata dengan baik,” katanya.
Namun Agus mengatakan, masalah PKL bukan kewenangannya. “Masalah pedestrian dan PKL adalah urusan Pak Bupati,” katanya.
Budi Wicaksono sempat kesulitan mengatur jalannya rapat, karena warga berebut untuk bicara sehingga petugas Dishub tak memiliki kesempatan cukup untuk menjelaskan. Warga menganggap SSA gagal dan tak perlu diteruskan. Mereka memberi waktu dua kali 24 jam kepada Pemkab Jember untuk mengakhiri SSA. [wir]
—
Ikuti kami di 👉https://bit.ly/392voLE
#beritaviral #jawatimur #viral berita #beritaterkini #terpopuler #news #beritajatim #infojatim #newsupdate #FYI #fyp